KONSUMEN BIJAK DAN FISIKA KUANTUM


Jaman dulu, orang-orang akan takut berlayar jauh, karena opini jaman dulu mengira bahwa bumi itu datar, mereka takut jatuh ke ujung bumi. 
Ada sebagian opini yang menjadi fundamen sikap keseharian kita. Jika opini itu berubah, maka sikap kita dalam memandang hidup sama sekali berubah. Jaman sekarang, tidak ada orang yang takut berlayar, karena sudah tahu bahwa bumi itu bulat.

Satu opini yang menarik juga adalah perkembangan fisika kuantum. Tetapi sebelum itu, perlu dijelaskan bahwa saya memang bukan ahli fisika. ibarat kata, kalau dianalogikan dengan konsumen, saya –dan mungkin mayoritas kita- adalah seperti konsumen hape. 

Saya banyak terbantu dengan konsumen hape yang menulis komparasi hape a vs hape b. kelebihan hape a, kekurangan hape a, dst di internet…… mereka melakukan itu semua karena niatan berbagi. 

Sampai kapanpun, konsumen seperti mereka tidak akan bisa menyamai kepintaran produsen hape dalam hal membuat hape. Karena memang produsen hape bidangnya disana, tetapi kontribusi dari “wise user”, alias konsumen bijak, bisa bermanfaat bagi orang lain.

Dalam bahasa islamnya, itulah muballigh. Penyampai. 

Kapasitas seorang penyampai memang hanya makelar ilmu. Jembatan pengetahuan untuk sampai. kita ini, menyamai kapasitas ahli fiqih tidak mungkin, dan menyamai capaian ruhani para arif pun tak mungkin, tetapi berbagi knowledge yang kita paham dalam kapasitas sebagai “konsumen bijak” itulah ranah kita.

Kembali ke fisika quantum. Secara sederhana fisika quantum ditelurkan karena para ahli melihatbahwa teori fisika biasa tidak bisa lagi diterapkan untuk menganalisa tabiat partikel yang kecil-kecil, sub atomik. Karena pada tataran sub atomik, konon katanya partikel-partikel kecil itu tak bersikap sebagaimana hukum fisika untuk benda-benda ukuran besar.

Building blocks, atau penyusun terkecil dari segala yang kita lihat, dulunya kita kira partikel atau padatan, ternyata dalam waktu yang bersamaan, partikel padatan itu rupanya muncul dari ruang hampa yang tak diketahui. Elektron, bersifat dualitas sebagai partikel dan sekaligus sebagai gelombang. Muncul dan hilang dan muncul lagi dari ruang hampa.

Singkatnya, segala yang kita lihat ini, ilusi alias hologram saja.

Luar biasa bukan…bagaimana mungkin dunia yang begitu nyata ini ternyata hologram? Tapi begitulah adanya.

Betapa kemudian saya teringat kembali dengan bahasan para spiritualis islam mengenai hal ini. Bahasan mengenai eksistensi atau wujud. 

Segala yang ada di alam semesta ini, dikatakan bukan wujud yang sejati. Segala yang ada ini realita yang penuh kemungkinan fisikal ini ( mumkinul wujud) dimunculkan dari yang wajib wujudnya (wajibul wujud) yaitu Dzat-Nya yang laisa kamislihi syaiun. Yang tak serupa apapun.

Walhasil, betapa penemuan sains terkini semakin mengukuhkan bahasan para arifin. Bahwa Tuhanlah yang mulanya ada. DIA tak serupa dengan apapun, tak ada yang menyamaiNya. DIA ingin dikenali, maka kemudian DIA menzahirkan makhluk, dari DiriNya sendiri.

Segala wujud yang mungkin, muncul begitu saja dari realita ilahiah yang tak terjangkau persepsi manusia.

Akan tetapi, satu hal yang harus dipahami, banyak spiritualis yang sampai pada pengetahuan ini lantas mengira bahwa segala ciptaan di alam raya inilah DIA. DIA, memanifestasikan diriNya (tajalli) menjadi alam semesta. Ini keliru.

Seorang arif meluruskan, bahwa keseluruhan alam semesta ini, hanya setitik dibanding keMaha-Besarannya. Bergabung seluruh pepohonan menjadi pena, dan tinta diambil dari tujuh lautan, masih belum bisa merangkum ilmuNya.

Sehingga, memang benar bahasan saintifik bahwa segala realita yang mungkin ini, dimunculkan dari hakikat yang ilahiah yang tak terjangkau definisi manusia, akan tetapi, selamanya alam semesta bukanlah Tuhan, pun keseluruhan alam semesta digabung menjadi satu masihlah kecil dibanding KeMaha Besaran Tuhan. Dan Tuhan tak serupa apapun saja yang dipersepsikan manusia kepadaNya.

Tetapi dengan begini, menjadi teranglah bagi kita bahwa DIA Maha Meliputi. Meliputi ini tak semata dengan ilmuNya, akan tetapi dengan DzatNya, divine essence, realita ilahiah yang tak bisa didekati persepsi manusia yang seperti apapun juga.

DIA lebih dekat daripada urat leher.

Wallahualam

*) image sources